Sabtu, 02 Mei 2009

Gunung Slamet, Gunungapi besar yang “Bangun”

Wahyu Dwi Agustian

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan gunungapi. Di sepanjang barat pulau Sumatera, selatan pulau Jawa, hingga pulau Maluku, terdapat rentetan gunungapi. Salah satunya adalah gunung Slamet di Jawa Tengah, yang saat ini sedang memperlihatkan keaktifanya.
Gunung Slamet terkenal sebagai gunung terbesar dan tertinggi ke dua di pulau Jawa setelah gunung Semeru di Jawa Timur. Kejadian volkanisme kembali terjadi setelah 21 tahun Slamet tertidur. Pada tanggal 16 April 2009, terjadi gejala – gejala yang memperlihatkan keaktifan suatu gunungapi. Adanya gempa tremor serta keluarnya asap dari kawah Slamet. Gempa tremor merupakan gempa berskala mikro sehingga gempa ini tidak dapat dirasakan oleh manusia. Dengan sigap Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) langsung menutup akses jalan menuju puncak Slamet, agar tak ada orang yang naik ke gunung Slamet. Karena gas yang keluar dari kawah sewaktu – waktu sangat berbahaya bagi manusia, gas tersebut dapat menyebabkan infeksi pernafasan. Gunung Slamet mempunyai empat kawah, yaitu K1, K2, K3, K4. K4 adalah kawah termuda dari Slamet, dimana kegiatan – kegitan volkanisme saat ini sedang terjadi. Awal gejala keluarnya asap dari kawah berwarna putih yang mengindikasikan bahwa asap tersebut hanya membawa uap air. Gejala – gejala volkanisma terus meningkat, dan juga meningkatnya temperature air panas di sekitar gunung Slamet, sehingga pada tanggal 20 April 2009, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi merubah status Slamet menjadi Waspada. Gempa permukaan terjadi hingga puluhan kali dalam tiap harinya. Kepulan asap juga mengalami perbedaan, kini asap berwarna kegelapan, karena asap membawa material – material dari dalam gunung. Asap yang mungkin mengandung debu tersebut dapat terpencar kemana saja sesuai dengan arah angin yang berhembus.
Terjadi perubahan tingkat gempa dan kegiatan volkanisme yang sangat signifikan, maka tanggal 23 April 2009 tepat pukul 18.00 WIB status Slamet berubah menjadi Siaga. Letusan – letusan kecil dan lontaran – lontaran lava pijar membumbung tinggi ke langit hingga mencapai 800 meter dari kawah. Lontaran lava pijar yang jatuh masuk kembali ke dalam kawah, karena kawah masih mampu menampung jatuhan lava pijar tersebut. Apabila kawah tidak lagi mampu menampungnya, maka jatuhan lava pijar akan meluber ke luar kawah. Lontaran lava pijar dapat di amati dengan jelas saat malam hari, dalam keadaan cerah maupun hujan dari arah utara gunung Slamet, tapatnya dari pos pemantauan. Karena puncak Slamet sebelah utara hanya 20 meter lebih tinggi dari kawah, sedangkan puncak sebelah selatan dari kawah sangatlah tinggi.
Menjelang dini hari, tanggal 29 April 2009, secara visual aktifitas Slamet teramati dari arah Purwokerto, dalam keadaan hujan lebat, lontaran lava pijar membumbung tinggi keangkasa. Banyak warga yang menyaksikan kejadian luar biasa ini. Salah seorang warga menuturkan, “Slamet ora bakal njebluk siki, kie mung aktifitas biasa bae, ganu ya pernah kaya kie. Akhire Slamet ya ora njebluk. Rika kabeh ora usah kepikiran”. Yang berarti, Slamet tak akan meletus sekarang, ini hanya aktifitas biasa, dahulu juga pernah seperti ini. Akhirnya ya Slamet tidak meletus. Anda semua jangan kepikiran.
Secara geologi, gunung Slamet berkomposisi magma yang basa, mengakibatkan letusan – letusan yang tidak cukup kuat . Jika komposisi magma gunung Slamet adalah asam, maka letusan yang di hasilkan mungkin akan luar biasa. Untuk gunungapi yang sangat eksplosif, hanya abu, batuapung, dan material fragmen batuan saja yang dikeluarkan (tanpa lava). Hal ini disebabkan karena gas yang berada di dalam magma menekan kepundan/kubah lava yang ada di atasnya, sehingga menyebakan letusan.


By :
Wahyu Dwi Agustian
(Mahasiswa Teknik Geologi UNSOED)